Mahasiswa Unila Meninggal Diduga Akibat Disiksa Saat Diksar, Dipaksa Minum Spiritus

SPIONNEWS, Bandar Lampung – Dunia pendidikan kembali berduka. Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila), meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diksar) yang digelar oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel).

Kegiatan yang berlangsung pada 10–14 November 2024 di kawasan Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran, diduga diwarnai tindakan kekerasan fisik terhadap para peserta.

Pratama dilaporkan mengalami penurunan kondisi kesehatan pasca kegiatan, hingga akhirnya meninggal dunia pada 28 April 2025, setelah sempat menjalani perawatan.

Salah satu rekan korban, Muhammad Arnando Al Faaris, mengungkapkan bahwa Pratama dipaksa berjalan kaki hingga 15 jam tanpa istirahat yang cukup, dan bahkan dipaksa meminum cairan spiritus, zat berbahaya yang seharusnya tidak dikonsumsi manusia.

Tak hanya Pratama, peserta lain dalam kegiatan itu juga mengaku menerima perlakuan kasar, termasuk hukuman fisik dan tekanan mental yang tidak sepatutnya dilakukan dalam lingkungan pendidikan.

Menanggapi kasus ini, ratusan mahasiswa FEB Unila melakukan aksi unjuk rasa pada 28 Mei 2025 di depan Rektorat Universitas Lampung.

Mereka mendesak pihak kampus untuk mengusut tuntas penyebab kematian Pratama serta menuntut pembubaran UKM Mahepel.

Dekan FEB Unila, Nairobi, mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Ia menyatakan bahwa panitia kegiatan telah diberikan sanksi berupa kerja sosial, namun mahasiswa menilai sanksi tersebut tidak setimpal dengan nyawa yang hilang.

Mirisnya wajah pendidikan Indonesia, ketika kegiatan yang seharusnya mendidik, justru berubah menjadi ajang kekerasan yang membahayakan nyawa. Diksar yang awalnya bertujuan membentuk mental dan karakter, malah dibumbui dengan praktik kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.

Budaya senioritas dan kekerasan berkedok latihan fisik masih membayangi berbagai organisasi kampus. Padahal, nilai-nilai pendidikan seharusnya dilandasi oleh etika, empati, dan kemanusiaan — bukan kekuasaan yang menindas.

Kematian Pratama Wijaya Kusuma bukan sekadar tragedi individual, tetapi potret buram sistem pembinaan mahasiswa yang perlu dibenahi. Sudah saatnya kampus-kampus di Indonesia menghapus kekerasan dari segala bentuk kegiatan kemahasiswaan, dan menggantinya dengan metode yang lebih manusiawi, profesional, dan berorientasi pada keselamatan serta perkembangan potensi mahasiswa.

“Ya Allah, jangan jadikan tragedi ini sia-sia. Bangkitkan kesadaran kami untuk menolak segala bentuk kekerasan, dan jadikan pendidikan di negeri ini penuh dengan kasih sayang dan perlindungan.Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.”Tanjung Batu, 02 Juni 2025. (Sylviana Mustofa)

Sumber pic : Google

Editor : Harry

Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1446 H / 2023 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *