SENGKETA PILKADA MENURUT KACAMATA HUKUM

Liputan: Syamsir A.

SPIONNEWS.ID, BAUBAU – Minggu 5 Januari 2025, kami kru spionnews.id berkesempatan wawancara langsung dengan Dekan Demisioner Fakultas Hukum Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau, Bapak Darmawan Wiridin, S.H, ,M.H terkait persoalan sengketa Pilkada Baubau di kediaman beliau Jalan Dayanu Ikhsanuddin, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Sabtu (04/01/2025).

Menurut Bapak Darmawan Wiridin, S.H., M.H; “Kalau kita melihat persoalan Pilkada Kota Baubau, tentu acuan kita yang pertama adalah Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, kemudian Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, yaitu Perubahan Undang-Undang Tahun 2015. Kalau kita melihat substansi hal ini masalah sengketa, kita melihat dalam undang-undang ini sengketa Pemilu atau Pilkada itu ada beberapa kategori, yang pertama adalah sengketa proses atau administrasi, ada sengketa hasil pemilu, dan ada tindak pidana pemilu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Dosen Hukum tersebut menjelaskan; “Kalau kita melihat chase materi yang diajukan, saya ingin menegaskan dulu dalam hal ini bukan mengomentari substansi isi gugatan, apakah itu sesuai atau tidak tapi kita bicara secara akademisi, kita bicara normatif dari undang undang. Kalau kita bicara tentang proses, harusnya dalam Undang-Undang Pemilukada semua ada tahapan dan ada mekanisme penyelesaian sengketa. Contoh misalnya di tahap awal itu ada namanya sengketa proses atau tahap administrasi, maka harusnya sebelum hasil pilkada lewat gugatannya itu di Bawaslu dan akan diselesaikan dengan jangka waktu tertentu,” tegasnya.

Masih kata Dekan Demisioner yang juga calon Doktor tersebut mengatakan bahwa; “Kalau yang menjadi masalah adalah sengketa proses atau hasil keputusan penyelenggara pemilu misalnya hasil keputusan KPU maka itu diajukan ke PTUN atau Pengadilan Tata Usaha Negara tetapi upaya itu setelah dilakukan banding administrasi di Bawaslu,” imbuhnya.

Yang kedua adalah sengketa hasil, masih kata Dosen Hukum itu bahwa, sengketa hasil adalah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi, kita ketahui sendiri bahwa MK itu punya kewenangan menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, kemudian pembubaran partai politik, sengketa kewenangan lembaga negara, kemudian memutus sengketa hasil Pemilu termasuk Pilkada. “Jadi yang menjadi materi gugatannya itu seharusnya adalah hasil Pemilu kemarin,” ucapnya.

Beliau pun melanjutkan penjelasannya bahwa; “Hanya memang kita ketahui bersama, MK itu bukan hanya lembaga peradilan yang memutuskan angka-angka atau normatif di dalam undang-undang, MK itu punya tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan keadilan yang substansi karena MK menjaga konstitusi,” tandasnya.

Lebih jauh, Ahli Hukum yang juga pengacara tersebut mengatakan; “Kalau kita baca undang-undang normatif harusnya proses ini sudah selesai, tetapi seandainya penggugat ini atau pemohon bisa membuktikan bahwa ada mall admistrasi, atau memang ada kesalahan yang dilakukan Bawaslu atau pun KPU, maka kita bisa merujuk pada Pilkada di tahun 2020 bahwa MK tidak semata-mata melihat undang undang normatif, misalnya di NNT Kabupaten Sabu Raijua tahun 2020, itu ada salah satu pasangan calon yang terdata bukan WNI atau NTT, dan pada saat sengketa di Mahkamah Konstitusi itu dibatalkan keputusan KPUD,” ungkapnya.

Menurutnya; “Namun untuk sengketa ini (di Kota Baubau, Red), bisa saja keputusan MK hanya membatalkan proses pencalonan tersebut tanpa harus ada PSU, karena untuk PSU itu ada banyak persyaratannya seperti contoh kasus pelanggaran yang TSM, terstruktur, sistematis dan masif untuk hasil Pemilukada, selain itu saya rasa tidak bisa PSU, tetapi untuk kemungkinan-kemungkin lain bisa saja terjadi, jika pemohon mampu membuktikan dalil-dalilnya bahwa memang ada proses yang dilanggar meskipun menurut saya agak sulit tetapi itu bisa saja terjadi PSU,” demikian penegasan Dekan Demisioner Fakultas Hukum Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau, Bapak Darmawan Wiridin, S.H, ,M.H. (*)

Editor : Rusly, S.Mn.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *