Refleksi Hari Lingkungan Sedunia 5 Juni 2025 – Merawat Alam dengan Pendekatan 3-Si

Penulis: Yamin

SPIONNEWS.ID, BATAUGA – Setiap 5 Juni, dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup. Ini bukan sekadar perayaan simbolis, melainkan momen refleksi bersama tentang hubungan kita dengan alam — tentang apa yang sudah kita lakukan, dan apa yang masih harus kita perjuangkan demi keberlanjutan bumi tempat kita tinggal.

Di Buton Selatan, daerah yang dikaruniai kekayaan alam dan keragaman hayati, kita menghadapi tantangan yang semakin terasa dari tahun ke tahun.

Mulai dari maraknya penambangan pasir di Pulau-Pulau dan Pesisir Pantai, pengeboman ikan yang masih terjadi, hingga perambahan hutan yang berlangsung senyap namun berdampak nyata.

Belum lagi persoalan sampah yang belum terkelola secara menyeluruh, baik di lingkungan pemukiman, fasilitas umum, hingga destinasi wisata. Kebiasaan membuang sampah sembarangan masih sering kita temui, dari pasar hingga jalanan, dari desa hingga Ibu kota Kabupaten.

Namun demikian, kita perlu mengapresiasi dengan tulus Program Busel Bersih yang digagas sebagai bagian dari 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Bapak H. Muhamad Adios dan La Ode Risawal. Gerakan ini telah menjadi pemantik awal bagi tumbuhnya kesadaran kolektif di tengah masyarakat.

Aksi gotong royong dan pembersihan lingkungan yang melibatkan banyak unsur — mulai dari pelajar, ASN, hingga komunitas — adalah langkah awal yang penting. Meski begitu, aksi bersih-bersih semata belum cukup.

Ia seperti mengobati gejala tanpa menyentuh akar penyakit. Kita butuh gerakan yang lebih dalam: yang mengubah cara berpikir, membentuk kebiasaan, dan menumbuhkan tanggung jawab lingkungan yang tumbuh dari hati.

Dalam menghadapi tantangan lingkungan khususnya masalah klasik perilaku terhadap sampah di tengah masyarakat yang juga bisa diterapkan pada masalah lingkungan lainnya, setidaknya ada tiga pendekatan sederhana namun penting yang bisa diterapkan secara luas oleh siapa pun.

Di Komunitas GREEN BUSEL kami menyebutnya pendekatan 3-Si yaitu Edukasi, Fasilitasi, dan Eksekusi. Pertama, Edukasi. Menjaga lingkungan bukan hanya soal aturan atau sanksi, tapi tentang kesadaran yang tertanam.

Edukasi yang menyentuh, berkelanjutan, dan relevan dengan kehidupan masyarakat menjadi kunci untuk membangun kebiasaan baru. Edukasi ini tidak harus selalu dalam bentuk seminar atau pelatihan besar.

Bahkan obrolan ringan antar warga, contoh baik pimpinan kepada bawahannya, dari guru kepada murid, atau ajakan melalui media sosial bisa menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai peduli lingkungan.

Kedua, Fasilitasi. Kesadaran tanpa dukungan sarana akan sulit membuahkan hasil. Jika kita ingin masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, maka tempat sampah yang memadai harus tersedia.

Jika ingin masyarakat memilah sampah, maka perlu ada sistem dan pelatihan yang mendukungnya.

Di sinilah peran pemerintah, sekolah, lembaga adat, dan tokoh masyarakat untuk memastikan masyarakat tidak hanya diedukasi, tetapi juga diberi alat dan ruang untuk beraksi. Jika ada inisiatif dari kelompok masyarakat atau komunitas tertentu dalam hal lingkungan, maka wajib bagi pemerintah memfasilitasi gerakan tersebut agar berkembang dan berdampak.Ketiga, Eksekusi.

Ini tentang konsistensi dan keteladanan. Setelah sepakat untuk menjaga lingkungan, kita perlu membangun budaya saling mengingatkan dan mendukung.

Bisa dimulai dari hal sederhana: menegur dengan sopan jika melihat orang membuang sampah sembarangan, mengajak teman kerja untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, atau menanam pohon di lingkungan rumah.

Mekanisme penghargaan sosial, sanksi moral, bahkan peraturan yang ditegakkan secara adil dan transparan, semuanya berperan dalam menciptakan ekosistem sosial yang kondusif untuk perubahan.

Pendekatan di atas—Edukasi, Fasilitasi, dan Eksekusi—adalah satu kesatuan yang saling menguatkan dalam menciptakan perubahan perilaku yang berkelanjutan. Edukasi menumbuhkan kesadaran; fasilitasi memberikan dukungan nyata agar kesadaran itu bisa diwujudkan dalam tindakan; dan eksekusi memastikan bahwa tindakan baik tersebut terus dilakukan secara konsisten, dijaga, dan menjadi budaya bersama.

Ketika ketiganya berjalan beriringan, maka gerakan menjaga lingkungan bukan lagi sekadar seruan atau sekedar aksi bersih, tetapi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang tumbuh dari individu, didukung oleh sistem, dan dijaga oleh komunitas.

Akhirnya, pada Hari Lingkungan Hidup 2025 ini, mari kita renungkan satu hal penting: alam tidak meminta kita menjadi pahlawan. Alam hanya meminta kita menjadi manusia yang peduli.

Dan jika kita semua bisa memulai dari rumah masing-masing, dari sekolah, dari perkantoran, hingga komunitas kecil, maka niscaya Buton Selatan akan tumbuh menjadi daerah yang tidak hanya bersih secara kasat mata dan hijau secara alam, tetapi juga matang secara kesadaran manusianya.(*)

Penulis adalah Aktivitas HAM dan Lingkungan Hidup Kabupaten Buton Selatan.

Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1446 H / 2023 M.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *