SPIONNEWS.ID, Batauga – Pelayanan BPJS yang ada di Kabupaten Buton Selatan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait dengan adanya kepesertaan BPJS yang teralihkan dari pembayaran pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Lintas komunikasi tersebut terkait juga dengan adanya beberapa keluhan masyarakat yang terwakilkan oleh anggota DPRD Kabupaten Buton Selatan dari Partai Demokrat yang ada di komisi 2.
Dalam rapat tersebut, pihak Pemerintah Daerah dalam hal ini diwakili oleh Wakil Bupati Buton Selatan dan PJ Sekda Buton Selatan didampingi oleh Kepala Dinas Kesehatan Buton Selatan, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buton Selatan dan perwakilan dari anggota DPRD Buton Selatan komisi 2. Duduk bersama dengan pihak BPJS.

Pada rapat tersebut Anggota DPRD Kabupaten Buton Selatan, H. Pomili Womal mengungkapkan, ada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat termasuk salah satu pasien BPJS dari karyawan PDAM Buton Selatan yang saat melakukan perawatan, BPJS nya tidak aktif karena tidak terbayarkan.
Dirinya meminta agar Pemerintah Daerah mengambil langkah-langkah untuk mencari solusi terkait hal tersebut. Dimana kepesertaan BPJS yang tidak aktif, agar bisa di aktifkan kembali.

“Ada beberapa kasus di wilayah tujuh Kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Selatan, Saya tidak tahu dari Kecamatan lain tapi dari Kecamatan Siompu ada kasus seperti ini, ada pasien yang akibat kecelakaan, terkait dengan persoalan pendarahan, ada tindakan petugas medis atau perawat yang ada di situ, Dan dokternya tidak ada di tempat” ucapnya.
Kata Pomili, karena dokter yang ada di Kecamatan Siompu, sampai hari ini dokter tersebut tidak berdomisili di Kecamatan Siompu, dirinya berdomisili di Kota Baubau. Berarti secara teknis kalau sudah sore pulang ke Baubau, dan bisa dibayangkan jam berapa datang ke Siompu, Hal ini dapat dibayangkan bagaimana pelayanan kesehatan yang ada di sana.
“Ini persoalan pelayanan sejak dokter tersebut tugas, dan ini harus ada langkah-langkah, kondisi seperti ini bila dokternya tidak siap tinggal di Siompu, sementara di sekeliling Puskesmas tersebut tersedia rumah dokter, Kalau tidak salah ada dua” tegasnya.
Lebih jauh, Menurut Kader Partai Demokrat itu, Tetapi karena dokternya tidak siap tinggal di situ, dan kejadian kecelakaan dan pendarahan ini, ada perawat yang melakukan penanganan, dimana perawatan darurat tersebut, setelah esoknya, perawat tersebut dimarahi oleh dokter tersebut secara habis-habisan, Karena melakukan perawatan darurat.
“Yang diperhatikan karena kode etik Ikatan Dokter Indonesia ini, selain memiliki aturan dan selainnya, yang boleh melakukan perawatan adalah dokter tidak bisa petugas perawat, sementara di mana-mana ada P3K, di sekolah dulu biasanya ada kotak P3K, di mana terdapat pelatihan dan apabila ada siswa yang kecelakaan bisa ditangani oleh guru atau siswa yang memiliki kemampuan P3K tanpa menunggu dokter, dan hari ini dengan adanya kode etik tersebut petugas perawat tidak bisa melakukan penanganan terhadap pasien kecelakaan atau darurat tersebut” tegasnya.
“Hal ini merupakan persoalan kepala dinas, ini menyangkut permasalahan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang darurat, dan pemerintah harus memiliki langkah-langkah strategis terkait masalah tersebut, dari stakeholder yang ada baik itu pihak ke rumah sakit, di mana dari tipe c turun ke tipe d, di mana permasalahan kontrak kerja dokter, dan terkait lagi Kemenpan RB, per tanggal 21 Oktober 2023, selebihnya itu para petugas kesehatan termasuk dokter harus di rumah kan dulu” Jelasnya.
Ungkap Anggota Dewan, inilah yang harus diperhatikan terkait dengan petugas kesehatan yang di rumahkan termasuk dokter, atau melakukan kontrak-kontrak sesuai dengan kemampuan daerah, karena ini menyangkut masalah nyawa.
“Terutama terkait dengan dokter-dokter yang tidak mau tinggal di Rumah Jabatan dekat Puskesmas, karena ada permasalahan yang mendasar sehingga pelayanan kesehatan tidak bisa terlayani, selain itu permasalahan BPJS yang sudah tidak aktif pada karyawan PDAM Buton Selatan, harus ada solusi” Jelasnya.
Menurut, Kepala BPJS Kesehatan, Cabang Baubau Diah, Eka Rini, S.Si, Apt,. M.Kes, AAK. Menuturkan, berdasarkan peraturan untuk jalur mandiri adalah orang yang tidak bekerja untuk orang lain, segmennya sudah sangat jelas, Jadi kalau kepesertaan bagi yang bekerja, memang harus terdaftarnya pada segmen pekerja termasuk di dalamnya kita yang PNS atau karyawan swasta termasuk di dalamnya karyawan PDAM, ini pekerjaan dan dia bekerja di mana ada tugas dari pemberi pekerjaan, jadi perusahaannya yang 4% menarik iuran dari pekerjaannya, gajinya sudah dipotong satu persennya, dari pekerjanya, jadi 4% nya dari pimpinannya, di mana karyawan tersebut mau dikeluarkan dari peserta Mandiri, untuk skema bisnisnya, skema operasional, untuk peserta JKN yang menjadi kesepakatannya bagi orang-orang yang tidak bekerja atau dia bekerja sendiri dan tidak bekerja untuk orang lain dan tidak memiliki penghasilan.
Kata Pihak BPJS Kesehatan, bagi karyawan PDAM yang notabenenya adalah karyawan, karena pembayaran tertunda dan dia sakit mau dipindahkan dari kepersertaan Mandiri, hal tersebut tidak bisa.
“Solusinya adalah mungkin dari Pemda bisa membantu pembayaran penundaan BPJS karyawan PDAM, tapi seharusnya Perusahan daerah PDAM melakukan pembayaran karena PDAM sendiri memiliki profit atau pendapatan” tuturnya, Senin, 16/6/2025 di Aula Kantor Bupati Buton Selatan. (Ha).
Editor: Harry.














