Masyarakat Seram Bagian Barat, Keluhkan Hutan Mangrove Yang Rusak

SPIONNEWS.ID, Maluku – Kerusakan ekosistem hutan mangrove, entah kemana rakyat hendak mengadu akibat kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang disinyalir dilakukan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggungjawab. Pasalnya, di Kecamatan Seram Barat Kabupaten SBB Provinsi Maluku, terdapat 2 dusun, yaitu Dusun Pohon Batu dan Dusun Pelita Jaya yang berada di petuanan Desa Kawa, kondisi ekosistem hutan mangrove di wilayah sekitar desa itu “rusak parah”.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun wartawan spionnews.id, kerusakan hutan mangrove itu berawal dari penebangan dan penggusuran terhadap lahan mangrove yang mau dikonversikan menjadi lahan produksi pisang abaka salah satu perusahaan yang berusaha di bidang pertanian dan perkebunan, yakni PT. SPACE ISLAND MALUKU, sementara lingkungan hutan mangrove itu merupakan wilayah dimana masyarakat beraktivitas untuk mencari ikan, kepiting dan juga terdapat sumber air minum bagi masyarakat sekitar, namun pasca dilakukan penggusuran dan dijadikan sebagai lahan operasi perusahaan tersebut, sehingga masyarakat sekitar tidak lagi beraktivitas sebagaimana mestinya di sekitar lokasi hutan mangrove itu.

Menurut keterangan Lahadia, mantan kepala dusun di wilayah itu menyampaikan bahwa, hutan mangrove hari ini mengalami penggusuran dan pengrusakan yang dilakukan oleh pihak PT SPACE ISLAND MALUKU, padahal masyarakat sekitar selalu melestarikan bahkan menjaganya agar tidak boleh ada proses penebangan oleh warga sekitar, dikarenakan di daerah tersebut adalah tempat masyarakat beraktivitas untuk mengambil ikan, bahkan disitu terdapat sumber air yang biasa digunakan oleh sebagian masyarakat setempat, tetapi pasca masuknya perusahan tersebut di wilayah dusun itu, ekosistem hutan mangrove (bakau) itu perlahan-lahan sudah mulai mengalami kerusakan.

“Bahkan sampai pesisir pantai pun tercemar akibat ulah dari aktivitas perusahaan, oleh sebab itu kami berharap agar perusahaan itu tidak boleh melanjutkan aktivitas penggusuran terhadap lahan hutan mangrove supaya kerusakan lingkungan tidak semakin parah”, pintanya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, dampak dari aktivitas perusahaan yang melakukan penggusuran terhadap hutan mangrove pada wilayah pesisir di dusun-dusun tersebut secara tidak langsung telah mengakibatkan terjadinya abrasi air laut di sepanjang pantai di wilayah dusun-dusun tersebut. Aktivitas PT SPACE ISLAND MALUKU diduga juga menjadi salah satu dampak penyebab matinya atau gagalnya Panen Raya Rumput Laut yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat.

Dirinya pun mengungkapkan, konversi lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan ini merupakan bentuk alih fungsi lahan sebagian atau seluruh kawasan sekitarnya dari fungsi semula menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

“Masyarakat sekitar telah berjuang dengan berbagai cara untuk mempertahankan lingkungan hutan mangrove dari ancaman penggusuran oleh pihak perusahaan, namun selalu terkandas karena semua elemen Pemerintah hampir tidak berpihak kepada kami, ini adalah satu kondisi yang sangat ironis, dilain sisi perjuangan rakyat untuk melindungi dan menjaga hutan mangrove dan ekosistem pesisir sesuai keinginan negara dan pemerintah yang selalu mengkampanyekan dalam berbagai pidato dan sambutan – sambutan kenegaraan tetapi kenyataannya semua itu hanya omongan kosong belaka, pemerintah selalu menutup mata”, ucapnya.

Lebih jauh dirinya mengungkapkan, ketika berhadapan dengan pihak pemodal maka penguasa negara akan tunduk pada corporation walaupun alam dan rakyatnya dikorbankan. “Pengusaha dan Pemodal selalu megunjuk taringnya di hadapan rakyat. Kerusakan lingkungan akibat dampak dari operasi perusahan PT SPACE ISLAND MALUKU ini mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan pesisir terutama biota perairan, habitat dan koridor satwa terancam punah”, tuturnya.

Hal senada pun diungkapkan oleh Aliansi Rakyat Bantu Rakyat (ARRAK) Maluku, dimana pada saat mereka melakukan advokasi di lapangan ditemukan sejumlah pepohonan mangrove yang digusur, diduga adanya aktivitas yang dilakukan oleh salah satu perusahaan yang sedang beroperasi di wilayah setempat (PT SPACE ISLAND MALUKU) sesuai hasil monitoring yang dilakukannya, kondisi hutan mangrove mengalami kerusakan akibat digusur oleh aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. ARRAK Maluku sangat mengecam aktivitas yang kurang bertanggung jawab seperti itu. Pasalnya, dampak yang dirasakan saat ini adalah kondisi pesisir pantai yang sebelumnya air laut begitu jernih dengan terumbu karang yang menghiasi indahnya laut di sekitar lokasi itu mulai rusak karena telah mengalami pencemaran pada wilayah pesisir terutama daerah sekitaran operasi perusahaan.

“Harus diakui, terdapat kelemahan pemerintah dalam hal pengawasan di lapangan, sehingga aktivitas perusakan hutan mangrove seperti ini berulang kali terjadi, dan terkesan dibiarkan, dengan alasan bahwa operasi perusahaan sudah mendapatkan izin resmi dari Pemerintah. Kondisi semacam ini perlu kita sadari bersama bahwa perlindungan terhadap hutan mangrove dan ekosistem lingkungan sudah menjadi perhatian dunia, bahkan saat G – 20 yang diselenggarakan di Indonesia tepatnya di Bali salah satu issu global yang diangkat adalah persoalan mangrove itu. Artinya betapa penting pelestarian terhadap pohon mangrove sehingga menjadi perhatian dunia internasional”, tegasnya.

Koordinator Aliansi Rakyat Bantu Rakyat (ARRAK) Maluku, Fadel Rumakat, mengatakan bahwa; “Prihatin atas kondisi kerusakan lingkungan dan ekosistem hutan mangrove dan meminta agar pihak yang berkewajiban untuk melakukan tindakan penegakan hukum yang tegas sesuai peraturan yang berlaku. Karena perbuatan perusakan ekosistem mangrove tersebut telah melanggar berbagai aturan”, tuturnya.

Menurutnya, aturan pertama yang dilanggar yakni Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang berbunyi; “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (e). Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f). Melakukan konversi ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”.

Ia pun melanjutkan penjelasannya bahwa, para pelanggar itu dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi; “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp10 miliar setiap orang yang dengan sengaja: (b). Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g”, ungkapnya.

Lebih jauh, dirinya menegaskan, di lapangan saat ini Tim ARRAK Maluku masih melakukan investigasi dan pendalaman dari berbagai sumber atas kondisi lingkungan yang semakin terpuruk itu, jika data-data dari hasil penelusuran telah dikantongi maka pasti akan ditindak lanjuti ke berbagai lembaga negara yang dipandang perlu untuk ikut terlibat melihat persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini di lokasi tersebut.

Sementara itu, hingga berita ini dipublikasikan wartawan spionnews.id belum berhasil menghubungi Kepala Bagian Humas atau Direksi PT SPACE ISLAND MALUKU untuk mengklarifikasi pemberitaan tersebut, semoga hak jawabannya bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa dicarikan solusi terbaik untuk keberlanjutan hidup.

Liputan : Erwin B.

Editor : Rusly, S.Mn.

2 thoughts on “Masyarakat Seram Bagian Barat, Keluhkan Hutan Mangrove Yang Rusak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *