Untuk Keadilan Ekonomi Bagi Rakyat Kecil, PPN 12% Dinilai Menyengsarakan

Oleh : Amidan Rumbouw

SPIONNEWS.ID, Maluku – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) di awal Januari 2025, telah menjadi polemik besar di tengah kondisi perekonomian rakyat yang masih berjuang untuk pulih pasca pandemi dan di tengah meningkatnya biaya hidup. Kebijakan ini, meskipun berdalil untuk meningkatkan pendapatan negara, justru berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat kecil dan kelas menengah yang paling rentan terdampak.

Kira-kira Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana Fungsi Representasi dan Pengawasannya?
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi tertentu misalnya:

  1. Membuat dan menyusun undang-undang yang pro-rakyat.
  2. Mengawasi dan memastikan anggaran negara digunakan untuk kepentingan publik. dan
  3. Mengawasi kebijakan Eksekutif agar tidak merugikan rakyat.

Namun, dalam konteks kebijakan kenaikan PPN 12% ini, DPR tampak pasif dan abai terhadap suara rakyat yang mereka wakili. Mereka seharusnya bersikap kritis terhadap kebijakan yang berpotensi memperburuk ketimpangan ekonomi dan menambah beban hidup bagi rakyat kecil. Pasalnya, ada kekecewaan besar serta kegelisahan yang rakyat rasakan karena dinilai diiringi dengan dampak negatif dari Kenaikan PPN 12%.

Terhadap masyarakat kecil misalnya, harga barang kebutuhan pokok dan jasa akan meningkat dan daya beli masyarakat akan semakin melemah. Usaha kecil dan menengah (UMKM) berisiko kehilangan daya saing. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada angka di laporan fiskal negara, tetapi langsung mempengaruhi meja makan rakyat kecil.

Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR harus menyadari bahwa kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat kecil hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan memicu ketidakstabilan ekonomi dalam jangka panjang.

Di sini saya titipkan seruan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, bahwa jangan sampai di sebut “DEWAN PENGHIANAT RAKYAT”.

Maka dari itu, yang perlu dilakukan adalah

  1. Evaluasi Segera Kebijakan Kenaikan PPN 12%;
  2. Prioritaskan Kepentingan Rakyat Kecil dalam Setiap Kebijakan Fiskal;
  3. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penggunaan Pendapatan Pajak;
  4. Lakukan Dialog Terbuka dengan Masyarakat sebelum Mengesahkan Kebijakan Besar seperti ini.

Karena suara Rakyat adalah suara Tuhan, maka Suara Rakyat Harus Didengar !!
Jika DPR gagal menjalankan fungsi mereka sebagai wakil rakyat, maka kepercayaan publik terhadap lembaga ini akan terus menurun. Rakyat tidak butuh janji manis saat kampanye, tetapi aksi nyata dalam memperjuangkan kesejahteraan mereka.

Selain itu, DPR perlu menunjukkan keberpihakan yang jelas dengan mengambil langkah konkret untuk meninjau ulang kebijakan ini. Jika DPR tetap diam dan pasif, maka secara tidak langsung DPR mengabaikan mandat yang diberikan oleh rakyat. Lembaga Legislatif harus berani menolak atau setidaknya mengajukan revisi kebijakan yang berpotensi merugikan masyarakat kecil.

Kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan ekonomi. Rakyat kecil tidak boleh terus-menerus dijadikan objek penarikan pajak tanpa diimbangi dengan perlindungan sosial yang memadai. Pemerintah dan DPR harus mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan, bukan sekadar mengejar target penerimaan negara tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan ekonomi yang adil bukan hanya tentang angka, tetapi tentang keberpihakan pada rakyat kecil dengan tidak memberikan beban-beban negara yang akan dipikul oleh rakyat jelata. (*)

Penulis adalah Mahasiswa UNPATTI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *