Tradisi Budaya di Buton Selatan, Mulai Perbaiki Krisis Generasi

“Minat Gen Z Buton Selatan Terhadap Tradisi Budaya Kian Mengkhawatirkan”

SPIONNEWS.ID, Buton Selatan – Perubahan gaya hidup dan perkembangan teknologi memicu menurunnya minat generasi muda Buton Selatan terhadap tradisi, sebuah fenomena yang semakin mengkhawatirkan.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buton Selatan, La Ode Haerudin, menyatakan bahwa kehadiran kecerdasan buatan turut menggeser nilai-nilai kebudayaan di Buton Selatan.

Pasalnya, saat ini hanya segelintir generasi muda (Gen Z) di sana yang masih menunjukkan minat terhadap warisan budaya, yang semakin mengkhawatirkan. Sebagai contoh, pagelaran tarian lokal dalam setiap acara ritual adat masih didominasi oleh para orang tua, sementara partisipasi generasi muda semakin berkurang.

“Adanya kecerdasan buatan menggeser nilai kebudayaan di Buton Selatan,” Katanya saat di jumpai awak media, Selasa (4/2/2025).

Ia menilai bahwa paradigma generasi muda di Buton Selatan saat ini cenderung lebih mengutamakan hal-hal yang serba instan. Akibatnya, kebiasaan tersebut turut memengaruhi aspek kebudayaan. Instrumen musik khas setempat, yang seharusnya dimainkan secara langsung, kini bertransformasi ke dalam bentuk virtual dengan dukungan koneksi internet yang memadai.

Kendati demikian, ada beberapa tarian yang memiliki aturan khusus, seperti Tari Linda Nggibi, yang hanya boleh dibawakan oleh mereka yang sudah menikah. Hal ini dikarenakan tarian tersebut dilakukan secara berpasangan oleh pria dan wanita dewasa.

Kemudian ada tari fomani dari Siompu yang hanya boleh dilakukan secara turun temurun oleh ahli waris dari pemilik salah satu atribut pelengkap dari tarian tersebut.

Namun, mengantisipasi untuk terjadi kepunahan terhadap tradisi budaya disana, saat ini sudah berdiri 7 sanggar yang tersebar di Buton Selatan, diantaranya, Desa Hendea, Bahari, Jaya Bakti, Sempa-sempa, Busoa, Siompu, dan di Batu Atas.

Haerudin membeberkan pihaknya akan mengadakan pagelaran event budaya yang menghadirkan seluruh lembaga adat di Buton Selatan untuk memamerkan atraksi kebudayaan dari wilayah masing-masing.

Sehingga warisan budaya disana tidak tergusur oleh kemajuan teknologi yang pesat dan transformasi gaya hidup era anak muda saat ini. Ia juga merasa prihatin terhadap penggunaan bahasa daerah lokal (cia-cia) yang hampir menuju kepunahan.

Hal ini disebabkan oleh kebiasaan anak muda disana mencapur adukan dua bahasa sekaligus saat berinteraksi. Bahkan ada beberapa segelintir yang mengalami kesulitan dalam pengucapan namun hanya memahami arti dari kata yang didengar.

Oleh sebab itu, pihaknya akan berkolaborasi dengan OPD terkait yakni Dinas Pendidikan Buton Selatan untuk memasukan bahasa daerah lokal kedalam muatan lokal kurikulum peserta didik.

“Kedepannya akan kami Berkolaborasi dengan OPD terkait untuk pengadaan mata pelajaran mulok bahas daerah (cia-cia),” Tandasnya.

Sementara itu, warga Kelurahan Bandar Batauga, Herianto mengungkapkan saat ini generasi muda setempat berada pada fase krisis minat terhadap tradisi budaya.

Terlebih hari ini, perkembangan kecerdasan buatan lebih digemari sebab dapat membantu memudahkan mereka dalam berkreasi. Menurutnya pada saat pagelaran ritual adat para generasi hanya sebatas menikmati tanpa turut andil dalam penyelenggaraan tradisi tersebut.

Ia juga menyoroti penggunaan bahasa daerah lokal yang sudah mulai menurun penuturnya dikalangan generasi muda, yang mana dipengaruhi oleh gaya hidup dan trend kekinian yang digandrungi oleh Gen z disana.

“Generasi muda disini kami anggap sedang berada pada tahap krisis karena perkembangan media sosial,” Urainya. (Ali)

Editor: Harry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *