Polemik Revisi UU TNI, DPR RI Terkesan Tergesa-gesa

Oleh : Amidan Rumbouw Mahasiswa Unpatti

SPIONNEWS.ID, MALUKU – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) hari ini resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat secara luas. Keputusan ini menimbulkan polemik karena banyak pihak menilai proses legislasi berjalan secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Padahal, DPR RI seharusnya menjadi wakil rakyat yang bertugas mengawal kepentingan masyarakat, bukan hanya mengakomodasi kehendak pemerintah dan elite tertentu.

Sejak awal, revisi UU TNI ini sudah menuai kontroversi karena sejumlah pasal yang dianggap bermasalah. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah perluasan peran TNI di sektor sipil serta perpanjangan usia pensiun bagi perwira tinggi. Hal ini dikhawatirkan semakin mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, yang seharusnya dijaga agar demokrasi tetap berjalan dengan sehat. Sayangnya, kritik dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga aktivis HAM tidak mendapat perhatian serius dari DPR RI maupun pemerintah.

Baca Juga : Rayon Teknik PMII Unpatti Gelar Aksi Berbagi Takjil Gratis di Bulan Ramadhan

Proses pembahasan yang berlangsung secara tertutup dan terburu-buru semakin memperlihatkan bahwa keputusan ini lebih berpihak pada kepentingan segelintir elite dibandingkan kepentingan rakyat. Publik tidak diberi ruang yang cukup untuk memberikan masukan, dan ketika kritik mulai mengemuka, pemerintah serta DPR RI seolah menutup telinga. Jika lembaga legislatif tidak lagi mendengarkan suara rakyat, lalu kepada siapa lagi masyarakat harus menggantungkan harapan untuk kebijakan yang adil dan demokratis?

Pengesahan UU TNI ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang arah negara ini ke depan. Apakah kita masih berjalan dalam koridor demokrasi, atau justru semakin mengarah ke pemerintahan yang otoriter? Keputusan seperti ini menunjukkan bahwa seolah-olah negara hanya dimiliki oleh segelintir pihak, yaitu TNI dan presiden, sementara rakyat hanya menjadi penonton. Demokrasi seharusnya memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, bukan hanya segelintir elite berkuasa.

Fenomena ini juga memperlihatkan bahwa kontrol terhadap militer semakin melemah. Dalam negara demokratis, militer seharusnya berada di bawah kendali sipil yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Namun, dengan disahkannya UU ini, ada kekhawatiran bahwa dominasi militer di berbagai sektor akan semakin kuat, mengingat adanya celah bagi perwira aktif untuk menduduki posisi di pemerintahan sipil. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi yang selama ini diperjuangkan.

DPR RI seharusnya sadar bahwa mandat yang mereka emban berasal dari rakyat, bukan dari presiden atau militer. Jika mereka terus mengabaikan aspirasi publik dan hanya menjadi alat kepentingan segelintir pihak, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini akan semakin terkikis. Legitimasi DPR RI sebagai lembaga representatif bisa dipertanyakan jika kebijakan yang mereka hasilkan tidak lagi mencerminkan suara rakyat, melainkan hanya kepentingan elite yang berkuasa.

Kedepan masyarakat harus lebih aktif mengawal kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan DPR RI. Demokrasi tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri tanpa kontrol dari rakyat. Jika revisi UU TNI ini dianggap merugikan, maka langkah-langkah advokasi, judicial review, hingga gerakan sosial perlu terus diperjuangkan. Jika rakyat diam, maka bukan tidak mungkin kebijakan serupa akan terus lahir, semakin menjauhkan negeri ini dari prinsip demokrasi yang sesungguhnya.

Editor : Erwin B

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *