Pemerintahan Negeri Wahai Tidak Lagi Berfungsi Optimal, Tokoh Adat Minta Perhatian Serius

SPIONNEWS.ID, MALUKU – Pemerintahan di Negeri Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, kini dinilai tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Polemik ini disebabkan dalam proses pengangkatan Pejabat (Pj) selaku karateker pada Pemerintahan Negeri Wahai yang tidak lagi melibatkan tokoh-tokoh adat setempat.

Hal ini disampaikan Ahmad Salatin selaku tokoh adat Negeri Wahai, kepada awak media melalui saluran telpon, kamis, (24/04/2025)

Menurutnya, pengangkatan karateker Negeri Wahai selama lebih dari satu tahun terakhir tidak dilakukan melalui musyawarah adat sebagaimana mestinya, proses ini dianggap mengabaikan asas musyawarah dan kearifan lokal yang menjadi dasar pemerintahan adat di Negeri Wahai

“Saya membaca dan mempelajari bahwa ada upaya perlahan-lahan untuk menghilangkan hak-hak Adat di Negeri Wahai, tentunya ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan nilai-nilai adat dan budaya kami,” imbuhnya

Baca juga : PB – AMSB Maluku Mendesak Pemerintah Mempercepat Rekonsiliasi Damai Di Kecamatan Seram Utara

Masih kata Salatin, selama ini saniri Negeri Wahai tidak menerima pemberitahuan resmi mengenai pemanggilan maupun perpanjangan masa jabatan Pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Wahai, Dirinya menilai, keputusan memilih pejabat pemerintahan tersebut tidak transparan dan tidak menghargai peran serta masyarakat adat

Salatin menyayangkan, kurangnya perhatian Kepala Wilayah Kecamatan Seram Utara dalam hal ini camat Wahai terhadap roda pemerintahan adat yang dinilai masih kurang maksimal. Dirinya berharap agar pemerintah daerah dapat lebih serius dalam menangani permasalahan ini, ungkapnya

Salatin mengajak para tokoh adat dan Pemerintahan Maluku Tengah dan para pemangku adat di tingkat provinsi untuk serius dalam persoalan ini

“Jangan sampai ketidakharmonisan ini berdampak buruk bagi masyarakat dan keberlangsungan adat di Negeri Wahai,” tandasnya

Lebih lanjut Salatin juga mengingatkan, bahwa apabila persoalan ini dibiarkan, akan berdampak terhadap kesejahteraan dan stabilitas sosial masyarakat setempat, serta merugikan prinsip-prinsip adat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.(ABR)

Editor : Erwin Banea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *