Oleh :
Darmin Nasirun
SPIONNEWS.ID, BAUBAU – Disahkannya Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat salah satunya datang dari aktivis hukum, Muhlis Maindo, SH pada acara Talkshow Kopi Intelektual dengan tema “Kebijakan Retribusi Benteng Keraton Buton, Salah Arah?!” yang diselenggarakan di Kedai Kopi Intelektual UMU Buton pada hari Kamis, 13 Juni 2024, pukul 21.00-23.00 Wita.
Menurut beliau, Pemerintah Kota Baubau terlalu prematur dan menggeneralisasi pemberlakuan retribusi Kawasan Benteng Keraton Wolio, tidak memikirkan sebab musabab dan historis pendirian dari Benteng Keraton Wolio serta hal-hal lain yang berkaitan tentang dampak positif dan negatif bagi masyarakat terhadap tingginya biaya retribusi tersebut.
Muhlis Maindo, SH menjelaskan; ada tiga (3) dimensi yang harus menjadi pertimbangan penilaian Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 1 Tahun 2024 yang terlalu prematur dan tidak memikirkan dampaknya di kemudian hari yaitu:
- Mekanisme, pada dimensi mekanisme ini berkaitan dengan hal-hal fundamental sebagai indikatornya adalah perundang-undangan, Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No.115/M/2021 tanggal 28 Mei 2021 tentang Kawasan Cagar Budaya Benteng Wolio. Di dalam aturan ini menyebutkan bahwa Benteng Keraton Wolio sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional yang tercatat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, selanjutnya setelah itu terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya pada pasal 1 menguraikan definisi cagar budaya, pasal 20 tentang pengelolaan cagar budaya, dan pasal 27 tentang pengembangan cagar budaya.
Kemudian pada tanggal 9 Juni 2022 Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno berkunjung ke Benteng Keraton Buton untuk melakukan penilaian terkait dengan PP No.1 Tahun 2022. Pemerintah Kota Baubau juga melakukan pemeliharaan benteng demi mendorong Benteng Keraton Wolio (Buton) sebagai warisan budaya internasional di UNESCO. Olehnya itu Pemerintah Kota Baubau sudah harus menjadikan Benteng Keraton Walio sebagai cagar budaya. - Konteks. Makna konteks disini adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian, beliau mengutip buku yang berjudul “Mengenal Kawasan Cagar Budaya Benteng Wolio” yang ditulis oleh Dr. La Abdul Munafi, M.Si. dan La Ode Muhammad Nasrun Saafi (2021), di dalam buku ini terdapat sambutan dari mantan Wali Kota Baubau, Dr. A.S. Thamrin, MH., menyebutkan bahwa Benteng Wolio pada masa dahulu merupakan Ibu Kota Kesultanan Buton, sebagai jejak kegemilangan peradaban Buton, benteng ini sebagai refleksi persatuan dan kesatuan, pengorbanan, bahkan heroisme sebuah bangsa dalam upaya mempertahankan harkat dan martabat di tengah dinamika dan tantangan lingkungan strategis, didalamnya juga menjelaskan proses pembangunan Benteng Kesultanan Wolio dilakukan secara tiga tahap dimulai dari masa Kesultanan La Sangaji Kaimudin (1566-1570) sebagai Sultan Buton ke-3, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Buton ke-4 yaitu Sultan La Elangi (1578-1615) dan Sultan Buton ke-6 yaitu Sultan La Buke Gafuru Wadud (1632-1645), jika ditarik dari 3 masa kepemimpinan ini, maka diperkirakan usia benteng Keraton Buton sudah 458 tahun.
- Obyek. Maksud dari obyek disini adalah hal yang menjadi pokok isu kenaikan tarif retribusi Benteng Keraton Wolio yang terdapat pada Perda Kota Baubau Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat 12 mendefinisikan Retribusi Daerah adalah pengutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Berdasarkan makna di atas, timbul pertanyaan jasa apa yang disediahkan oleh Pemkot Baubau dalam hal ini Dinas Pariwisata? Sebagai contoh obyek wisata Batu Sori di Palabusa, masyarakat sebagai obyek retribusi membayar atas jasa layanan yang disediahkan Pemkot Baubau. Hal ini sesuai dengan makna subyek retribusi seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 15 menyebutkan subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/ atau perizinan.
Pada pasal 73 Perda Nomor 1 Tahun 2024 juga menjelaskan penggolongan jenis retribusi terdiri atas 3 yaitu: (a) retribusi jasa umum, (b) retribusi jasa usaha, (c) retribusi perizinan tertentu. Kemudian dijelaskan lebih lanjut pada pasal 84 ayat 1g menyebutkan “Jenis penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan objek retribusi jasa usaha yang dipungut meliputi pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga”. Lalu muncul pertanyaan lagi, sejak kapan status cagar budaya berubah menjadi status pariwisata, apa standar regulasinya?
Setelah Muhlis Maindo memaparkan penjelasannya, kemudian menarik kesimpulan bahwa hal ini perlu penelahan positif dengan berbagai indikator khususnya secara inklusif berdasarkan historis yang dilaksanakan secara independen sebab tindakan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kota Baubau masih sangat prematur, bahkan terlalu menggeneralisasi. Artinya Dinas Pariwisata Kota Baubau tidak memikirkan sebab musebab dan hal-hal lain yang berkaitan tentang dampak positif dan negatif aturan penarikan biaya retribusi Kawasan Benteng Keraton Buton yang tinggi.***

Penulis adalah Akademisi Universitas Muslim Buton