Arogansi Kepala Sekolah Mencoreng Wajah Dunia Pendidikan

SPIONNEWS.ID, Ambon, Maluku – Arogansi kewenangan dalam dunia pendidikan adalah sikap atau tindakan otoritas pendidikan yang menunjukkan kesombongan, ketidak-pedulian, atau pengabaian terhadap kebutuhan, pandangan, dan aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, seperti siswa, guru, orang tua, dan masyarakat luas. Kebijakan yang dibuat tanpa sebuah pertimbangan matang sehingga keputusan yang diambil tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang, atau sikap penolakan terhadap kritik dan masukan dari pihak lain. Arogansi semacam ini dapat merusak lingkungan pendidikan, menurunkan moral dan motivasi, serta menghambat perkembangan dan inovasi dalam sistem pendidikan.

Arogansi Kepala Sekolah (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Ambon yang berlokasi di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon Provinsi Maluku diduga Tolak Terima Pendaftaran Anak Didik. Pasalnya, salah seorang warga (yang tidak ingin menyebutkan namanya) berdomisili di Desa Waiheru merasa kecewa atas penolakan anaknya yang ingin sekolah di MIN 2 Waiheru, namun diduga ditolak oleh kepala sekolah tersebut dengan alasan yang tidak jelas.

Menurut dirinya, seharusnya proses penerimaan peserta didik harus sesuai dengan rayonisasi dan alamat tempat tinggal. “Tempat tinggal kami berada di seputaran sekolah MIN 2 Waiheru, namun beberapa kali kami selaku orang tua menghadap kepala sekolah tetapi selalu menolak anak kami bersekolah di lembaga pendidikan yang dia pimpin. Bahkan ada pernyataan yang keluar dari kepala sekolah saat kehadiran kami bahwa ini terakhir kali Anda hadir disini. Penolakan itu tidak memiliki dasar, bahkan kami selaku orang tua tidak tahu apa permasalahan yang sesungguhnya sampai anak kami menjadi korban, bukankah setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan amanat peraturan perundang undangan,” ujarnya.

Lebih lanjut dirinya menegaskan; “Kami selaku orang tua merasa bahwa apa yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah bentuk diskriminasi dalam dunia pendidikan, kondisi ini tidak boleh terjadi karena setiap anak bangsa ini berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, tetapi jika pimpinan lembaga pendidikan mempunyai sikap arogansi dan kejam seperti ini apa yang mau diharapkan dari dunia pendidikan kita,” ungkapnya.

Selaku pengajar atau pendidik, masih kata dia, kepala sekolah seharusnya profesional dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya. “Jangan bawa masalah yang tidak jelas asal usulnya dalam dunia pendidikan, karena hal ini bisa sangat berdampak negatif kepada psikologi anak saya yang baru mau masuk di bangku Pendidikan Dasar,” imbuhnya.

Oleh karena itu, dirinya selaku orang tua berencana akan melaporkan hal itu ke Komisi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak dan Ombudsman Perwakilan Maluku karena kepala sekolah tersebut dinilai tidak memahami sistem rayonisasi. “Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada kami selaku orang tua adalah suatu bentuk diskriminasi, semestinya perlakuan semacam ini tidak boleh terjadi agar wajah dunia pendidikan kita dapat tumbuh berkembangan dengan baik,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Pemerhati Pendidikan Maluku (LP2M), Ahmad M. Wokas yang ditemui di tempat terpisah menyampaikan, terkait dengan persoalan yang terjadi di lembaga pendidikan seperti itu. Menurutnya, dengan tidak menerima murid tanpa alasan, tentunya kepala sekolah tidak memahami betul apa falsafah pendidikan kita di Indonesia. “Tindakan yang diambil kepala sekolah itu tidak memiliki alasan yang jelas, sehingga ini sangat merugikan calon orang tua murid terlebih kepada calon murid dan instansi terkait perlu mengevaluasi kepala sekolah akan tindakannya dengan menolak tanpa alasan kepada yang ingin bersekolah, bagaimana dunia pendidikan di Maluku bisa maju?,” tegas Wokas.

Direktur LP2M pun menambahkan, jika kita mencermati terhadap perkembangan dunia pendidikan, dimana menurutnya, peran pendidik dalam sistem pendidikan hari ini sudah melenceng jauh dari cita-cita para Founding Father yang telah meletakan dasar-dasar pendidikan yang bertujuan untuk mampu melahirkan generasi unggulan, namun yang terjadi hari ini sudah bertolak belakangan dengan cita-cita tersebut dan pada akhirnya sistem pendidikan hari ini sedang dalam kondisi kebablasan seperti tindakan kepala sekolah yang sewenang-wenang, dalam hal ini tidak mengakomodir anak lulusaan TK yang mendaftarkan dirinya pada sekolah yang bersangkutan sesuai rayonnya, maka tindakan tersebut yang tidak boleh terjadi dalam dunia pendidikan.

“Pada akhirnya membuat semangat anak didik itu menurun dan secara psikologinya ia akan terganggu dan hal itu tidak boleh terjadi, yang kita inginkan adalah bagaimana guru sebagai pengajar dan sekaligus pendidik itu harus memberikan motivasi, sehingga tumbuh kembang anak dalam dunia pendidikan itu semakin maju dan berkembang serta semakin unggul. Hal itu yang diharapkan oleh dunia pendidikan kita. Kalau arogansi kepala sekolah terhadap anak didik dan orang tuanya itu adalah sebuah tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan tentang pendidikan, tindakan arogansi seperti itu telah membatasi hak warga negara dan hak anak bangsa dan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang sistem pendidikan yang sudah diamanatkan dalam pembukaan maupun dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan itu penting untuk disikapi dengan bijak,” kata Wokas panjang lebar.

Pria yang masih aktif menyoroti dunia pendidikan menyesali tindakan tersebut. Dirinya mempertanyakan bagaimana kita bisa mencerdaskan kehidupan bangsa sementara pendidik masih memliki sikap arogansi dan ini mencoreng wajah pendidikan. “Tindakan diskriminasi dalam pendidikan harus dihilangkan, baik guru maupun kepala sekolah itu semestinya harus dievaluasi dan bila perlu dipecat atau dimutasi dari sekolah yang bersangkutan supaya jangan jadi benalu dalam dunia pendidikan,” ucapnya.

Pemerhati pendidikan itu pun menjelaskan, terkait rayonisasi adalah proses pengklasifikasian atau pembagian suatu wilayah menjadi beberapa bagian atau daerah (rayon) berdasarkan kriteria tertentu. Tujuan utama dari rayonisasi adalah untuk mempermudah pengelolaan, administrasi, dan pelaksanaan program-program tertentu di wilayah tersebut.

“Contoh penerapan rayonisasi dapat ditemukan dalam berbagai konteks, seperti; Pertama; Pendidikan: Sekolah-sekolah dikelompokkan ke dalam rayon tertentu untuk pemerataan akses dan distribusi sumber daya pendidikan. Kedua; Kesehatan: Pembagian wilayah pelayanan kesehatan agar fasilitas kesehatan dapat melayani masyarakat dengan lebih efisien. Ketiga; Pemerintahan: Pembagian wilayah administratif untuk mempermudah administrasi dan pelayanan publik,” jelasnya.

Wokas pun melanjutkan, rayonisasi seringkali mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, aksebilitas, dan kebutuhan khusus dari masing-masing daerah. “Pada intinya jika siswa yang bersangkutan itu sudah menyelesaikan Sekolah TK-nya, maka rujukan berikutnya harus berdasarkan rayonisasi yaitu ke sekolah dasar berdasarkan tempat tinggalnya,” tegas Wokas.

Sementara itu, hingga berita ini dilansir, wartawan spionnews.id sudah 2 kali mendatangi dan berusaha untuk menemui kepala MIN itu, namun belum berhasil dikonfirmasi, karena kepala MIN tidak berada di tempat. Selain itu juga, wartawan spionnews.id telah menitipkan nomor hpnya kepada penjaga sekolah yang ditemuinya untuk memberikan hak jawab kepada pihak sekolah, namun sampai berita ini diterbitkan belum pernah dihubungi. Semoga Kepala MIN 2 Waiheru bisa menggunakan hak jawabannya. (Erwin Banea)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *