Kegiatan LUVTRIP bersama Komunitas Watumotobe, Kapontori. Buton, dalam upaya mendorong Komunitas Go Digital (LUVTRIP, 2021)
Penulis: Ismail | Editor: Harry
SPIONNEWS – Pendekatan kepariwisataan berbasis komunitas (community-based tourism – CBT) telah menjadi alat yang penting dalam pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang.
Namun, seringkali pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai objek pengembangan kepariwisataan, bukan sebagai subjek yang aktif. Meskipun pendekatan ini bisa berhasil dalam jangka pendek, keberlanjutan CBT masih menjadi pertanyaan.
Terdapat beberapa contoh sukses kepariwisataan berbasis komunitas di Indonesia. Salah satunya adalah Desa Wisata Penglipuran di Bali. Dikelola objek wisata ini secara kolektif oleh masyarakat lokal dengan prinsif kearifan lokal dan budaya Bali yang khas, desa ini menawarkan pengalaman budaya yang autentik kepada wisatawan, termasuk melalui home stay, kerajinan tangan, dan pertunjukan seni tradisional.
Menurut CEO LUVTRIP, Al Badari mengatakan; “Selain itu, terdapat juga Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta yang dikelola oleh masyarakat setempat. Wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang indah, melakukan hiking, dan berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lingkungan,” ujarnya.
Tuturnya, begitu pula dengan Desa Wisata Sembalun di Lombok, yang menawarkan keindahan alam, pendakian ke Gunung Rinjani, dan kesempatan berinteraksi dengan masyarakat lokal untuk belajar tentang kebudayaan Sasak.
Namun, kata CEO LUVTRIP, banyak destinasi wisata berbasis komunitas di Indonesia masih gagal dalam menawarkan sumber daya wisata secara efektif. “Masyarakat lokal seringkali menjadi objek wisata dan kurang memahami pengelolaan komponen kepariwisataan secara ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam pengembangan CBT di Indonesia,” ungkapnya.
LUVTRIP, sambungnya, sebuah platform perjalanan wisata lokal juga terus berupaya meningkatkan potensi pariwisata di Indonesia, dan di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, melalui CBT. Dikutip dari www.luvtrip.id, LUVTRIP memiliki pandangan bahwa konsep CBT memiliki potensi besar untuk mendorong memberdayakan masyarakat lokal, pembangunan ekonomi yang inklusif, dan melindungi warisan budaya dan lingkungan alam Indonesia.
“Masyarakat lokal perlu didorong untuk menjadi pihak yang aktif dalam pengembangan pariwisata, dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara berkelanjutan dan melibatkan seluruh komunitas dalam pengambilan keputusan,” tegasnya.
Lanjutnya, pendidikan dan pelatihan yang memadai juga diperlukan untuk membangun kapasitas masyarakat lokal dalam mengelola pariwisata berbasis komunitas. Pengelolaan kawasan wisata berbasis komunitas dapat memastikan bahwa kepentingan masyarakat lokal diakomodasi dan kawasan wisata dapat dikembangkan dengan cara yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat sekitar.
“Dengan pendekatan yang tepat, CBT dapat menjadi sarana pemberdayaan bagi pahlawan lokal, menciptakan kepariwisataan berkelanjutan, dan menjaga keunikan dan kekayaan Indonesia untuk dinikmati oleh generasi mendatang,” imbuhnya.(*)