Diduga Sarat Kejanggalan, Putusan Sengketa Tanah di Batauga Tuai Protes Para Tergugat

SPIONNEWS Buton Selatan, ( 15/4 – 2025 ) — Putusan Pengadilan Negeri Pasarwajo Nomor 16/Pdt G/2020/PN Psw, terkait sengketa kepemilikan tanah di Kelurahan Majapahit, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan, kini menuai sorotan dan tanda tanya dari berbagai kalangan, khususnya dari para pihak tergugat.

Keputusan yang dibacakan secara online pada 14 April 2021 itu dianggap janggal, lantaran dinilai tidak melalui proses pembuktian yang tuntas.Berdasarkan penelusuran Restorasiinfo, perkara ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh H. La Ode Saofa terhadap La Ode Sahtiar dan beberapa pihak lain sebagai tergugat.

Dalam persidangan yang berlangsung di PN Pasarwajo, penggugat disebut tidak pernah menghadirkan bukti yang mendukung dalil dalam surat gugatannya, meskipun telah diberi kesempatan oleh majelis hakim dalam beberapa agenda sidang pembuktian.

Salah satu tergugat, La Ode Kadir, kepada awak media, mengungkapkan bahwa pada agenda pembuktian pertama, penggugat bersama kuasa hukumnya tidak hadir di ruang sidang. Kesempatan kedua pun diberikan oleh hakim, namun dalam persidangan lanjutan tersebut, meskipun penggugat hadir bersama kuasa hukumnya, tidak ada satupun bukti fisik yang diserahkan ke hadapan hakim.

“Ketika hakim menanyakan alasan tidak dibawanya bukti, pengacara penggugat hanya menjawab ‘lupa di kantor’. Padahal agenda pembuktian sangat penting dalam sebuah proses hukum,” tutur La Ode Kadir dengan nada kecewa.

Karena ketidak hadiran bukti tersebut, sidang sempat dihentikan oleh hakim. Namun, tanpa penjadwalan ulang agenda pembuktian, majelis hakim justru secara tiba-tiba membacakan putusan yang memenangkan seluruh dalil gugatan penggugat.Merasa dirugikan, para tergugat segera mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara.

Sayangnya, dalil banding yang diajukan tergugat kembali ditolak. Tidak berhenti di sana, pihak tergugat terus memperjuangkan haknya melalui jalur kasasi di Mahkamah Agung, bahkan hingga ke tahap Peninjauan Kembali (PK). Namun, hasilnya tetap nihil — permohonan mereka ditolak di semua tingkatan.

Beberapa bulan setelah penolakan PK, pihak tergugat dikejutkan lagi dengan datangnya surat Anmaning atau teguran eksekusi dari juru sita Pengadilan Negeri Pasarwajo.

Teguran tersebut dikeluarkan atas permintaan penggugat untuk mengeksekusi objek sengketa. Kuasa hukum para tergugat menduga ada indikasi ketidak beresan dalam proses persidangan.

Menurut mereka, agenda pembuktian seharusnya menjadi dasar utama pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Tanpa kehadiran bukti, lanjutnya, keputusan seharusnya tidak bisa diambil secara sepihak, apalagi mengabulkan seluruh dalil penggugat.

“Bagaimana mungkin gugatan dikabulkan tanpa adanya bukti yang diuji? Proses ini sangat meragukan dan membuka ruang dugaan adanya praktik tidak sehat antara penggugat dan oknum di pengadilan,” ujar kuasa hukum tergugat dalam pernyataannya.

Pihak tergugat juga menyoroti bahwa hak mereka untuk mendapatkan proses hukum yang adil dan transparan seolah diabaikan.

Mereka menilai ada kecacatan prosedural yang cukup serius dalam proses persidangan ini.Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan terhadap integritas lembaga peradilan, terutama dalam sengketa kepemilikan tanah yang seringkali rawan terhadap konflik kepentingan dan potensi manipulasi bukti.

Para tergugat berharap Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung bisa melakukan audit investigatif terhadap putusan yang mereka nilai tidak wajar ini.

“Sebagai warga negara, kami hanya ingin keadilan yang murni, bukan keputusan yang lahir dari dugaan permainan di belakang meja,” pungkas La Ode Kadir.

hingga berita ini diturunkan masih berupaya mengonfirmasi pernyataan resmi dari pihak Pengadilan Negeri Pasarwajo serta kuasa hukum penggugat terkait kejanggalan yang disebutkan para tergugat. (La)

Editor : Harry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *