Ganti Rugi Lahan Kampus IAIN, Selisih Harga Miliaran Rupiah

SPIONNEWS.ID,MALUKU – Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Maluku Nomor 241/kep-81/XI/2017 dibentuk Tim Pengadaan Lahan yang diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah Pertanahan, Provinsi Maluku, dikenal dengan nama (Tim 9) yang menetapkan lahan pemindahan Kampus IAIN Ambon di Dusun Lengkong, Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Dengan luas lahan kurang lebih 60 hektar.

Hal itu diungkapkan oleh Ajmain Basir Rumlus di Kota Ambon, Minggu (01/06/2025).

Ajamain Basir Rumlus mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterima langsung dari masyarakat Lengkong bahwa harga taksasi yang ditetapkan oleh Tim Appraiser (Penilai) dalam menentukan satuan harga tanah diputuskan besaran harga Rp 88.000 (delapan puluh delapan ribu rupiah) per meter persegi. Hal ini pun disampaikan warga Lengkong, menurutnya harga tanah tersebut adalah ketetapan dari Tim Appraiser tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh salah seorang Tim pengadaan lahan yang merupakan anggota Tim 9 tersebut.

“Namun dalam perkembangannya, pelaksanaan pengadaan lahan tersebut disepakati dengan harga Rp 55.000 (lima puluh lima ribu rupiah) per meter persegi, kesepakatan harga ini terjadi antara pihak kampus, dan warga yang sebagian besar bukan pemilik dari pada lahan tersebut tentunya tidak sesuai dengan harga transaksi yang telah ditetapkan Apprasial. Selain itu puluhan nama-nama fiktif atas kepemilikan tanah yang diduga ulah mafia tanah pada lahan baru IAIN Ambon,” ungkapnya.

Baca Juga : Dugaan Korupsi : Permanusa Desak Kejati Periksa Kontraktor Dan Kepsek SMK Negeri 6 SBB

Masih kata ABR, sapaan akrab Ajamain Basir Rumlus, mirisnya polemik persoalan agraria ini dimulai dari birokrasi pemerintahan, dan pihak kampus yang lalai atau sengaja membuat kegaduhan dalam persoalan pengadaan tanah untuk mengambil keuntungan besar.

“Keseluruhan ganti rugi lahan tersebut adalah 60 hektar, jika dikalikan dengan harga sebesar Rp 55.000 (lima puluh lima ribu rupiah) per meter persegi, maka nilainya adalah Rp 33.000.000.000 (tiga puluh tiga milyar rupiah). Tentunya ada selisih harga sebesar Rp 19.800.000.000 (sembilan belas milyar delapan ratus juta rupiah),” ujarnya

Lebih lanjut ABR menuturkan, menurut informasi yang disampaikan oleh warga Lengkong, selain pembayaran yang tidak tepat sasaran, pembayaran harga lahan juga tidak sesuai dengan harga taksasi yang ditetapkan oleh Apprasial, dan terdapat puluhan nama yang direkayasa seolah-olah mempunyai lahan, padahal tidak memiliki lahan.

“Daftar nama-nama fiktif itu mendapatkan bayaran atas ganti rugi lahan yang pada kenyataannya nama-nama fiktif itu tidak memiliki hak atas tanah tersebut, sementara pada sisi lain terdapat puluhan orang yang menggarap lahan tersebut dan memiliki tanaman serta telah memenuhi persyaratan administrasi, namun tidak mendapat pembayaran atas tanahnya, dan juga tidak menerima ganti rugi, karena ganti rugi yang semestinya diterima oleh pemilik lahan ternyata diberikan kepada orang lain,” ungkapnya.

Lebih jauh, ABR menambahkan, ketika menemui masyarakat Lengkong mereka berharap hak-hak meraka dapat diberikan atas kepemilikan lahan dan mereka sangat mendukung pembangunan kampus di lahannya karena dapat memutar roda perekonomian bagi warga setempat, namun mereka juga ingin kepemilikan atas tanah mereka diakui serta pihak yang bersangkutan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan atas tanah tersebut. (**)

Editor : Erwin Banea

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *