Sekolah Itu Mencari Ilmu Bukan Mencari Nilai

Balon Presiden NKPRI

RUSLY, S.Mn. Ia terlahir dari keluarga sederhana, anak dari seorang juragan kapal motor boat yang dilahirkan dari pasangan suami istri La Ali bin La Tanda bin La Marae (Wakatobi) dan Wa Ratna binti La Pompa (La Pompi) bin La Baewo (Buton Selatan) di Dusun Waihenaia, Desa Siri Sori Serani (Amalatu), Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku pada 28 Juli 1978 lalu.

Pria yang akrab disapa Saudara RAL ini bersaudara 6 orang, yakni anak pertama, Saudara Ramli, Saudara Rusly anak kedua, anak ketiga meninggal dunia ketika berumur kurang lebih tiga bulan, anak keempat Saudari Erna, anak kelima Saudari Lisna, dan anak keenam Saudara Rahmat. Mereka semua dilahirkan di Pulau Saparua tempat dibangunnya sebuah benteng bersejarah milik Penjajah Belanda, yakni Benteng Duurstede.

Mari “Selalu SETIA, KAWAN, dan SOLID Selalu” merupakan salah satu motto Saudara RAL (Rusly Alitanda La Marae) putra Al-Buthuuniyah, anak dari pasangan suami dan istri, La Ali Buton Wakatobi dan Wa Ratna Buton Selatan. Tanpa mengenal lelah Saudara RAL selalu berusaha menjadikan motto tersebut sebagai motivasi hidupnya demi mengeksplor seluruh bakat dan potensi diri serta memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya.

Namun, Rusly kecil dahulu juga dijuluki sebagai anak pantai karena tempat kelahirannya berada di bibir pantai pasir putih yang sangat indah dan menawan. Karena keindahannya pantai itu, menjadi salah satu destinasi pariwisata di Propinsi Maluku. Dirinya selalu berdalih, hampir seluruh masa kecilnya dihabiskan di pantai indah nan eksotis itu. “Semasa kecil saya dan kawan-kawan selalu mandi-mandi di pantai Waihenaia. Bermain obak, menyelam pasir laut dan pergi memancing seusai pulang sekolah dan pergi bameti (menyuluh) ketika air surut,” kenangnya.

Rumah Orang Tua Saudara RAL Berlokasi Di Pantai Waihenaia Berdekatan Dengan Rumah Kakeknya La Tanda bin La Marae dan Neneknya Wa Madi binti La Musaani Buton Wakatobi.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, objek wisata itu bernama Pantai Waihenaia, tidak jauh dari tempat mereka bermukim, sembari menambahkan, yang menjadi daya tarik utama tempat wisata itu, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan pasir putih yang luas dan sangat mengagumkan, sehingga tidak salah jika banyak para turis mancanegara yang mau berdatangan untuk menikmati keindahan alam di kawasan Timur Indonesia.

Untuk berwisata ke daerah tersebut, jika ke Saparua dari Kota Ambon satu-satunya akses ke Dusun Waihenaia pada waktu itu adalah dengan menggunakan kapal kayu yang bernama Los Angles 1, dan Los Angles 2 dengan Pelabuhan Haria di Kecamatan Saparua sebagai tempat tujuan dan Pelabuhan Hurnala di Tulehu di Kota Ambon sebagai tempat berlabuh.

Lokasi Pantai Waihenaia dilihat pemandangannya dari lokasi Pantai Duurstede Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Sejenak kita melupakan pantai indah nan eksotis itu, pada 1986 dirinya pun didaftarkan oleh Ayahandanya La Ali pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Saparua. Ia mengaku bahagia karena akan segera menjalani masa pendidikan dasar seperti anak-anak lainnya. Jarak antara Desa Waihenaia dengan sekolahnya kurang lebih 2 Km. Oleh sebab itu, jika tidak ingin terlambat maka dapat dipastikan, sejak dari subuh hari, ia harus sudah bersiap-siap menuju ke sekolahnya, agar tepat waktu sampai pada jam pelajaran pertama.

Tepat di depan SDN 2 Saparua terdapat sebuah lapangan yang biasa digunakan warga setempat untuk menggelar pertandingan bola kaki antar desa pada peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia dan pertandingan tinju amatir. Dalam hal ini, sang legenda tinju dunia, Elias Pical lahir dari lapangan tersebut. Siapa sangka, seorang warga dari Pulau Saparua, mampu memperoleh gelar juara tinju dunia,  yang lahir dari sebuah kompetisi amatir dan mampu berjaya di level nasional dan bahkan internasional.

Jika dilihat dari segi jenjang pendidikannya, Saudara Rusly kecil sangatlah berbeda dengan kawan sebayanya. Karena, dirinya mengaku tidak sempat mengenyam bangku taman kanak-kanak (TK) sehingga perlu waktu yang lama agar ia mampu sejajar dengan kawan sebayanya, apalagi kedua orang tuanya tersebut tidak menamatkan sekolah rakyat setingkat sekolah SD. Namun hebatnya adalah hal tersebut bukanlah suatu halangan karena seiring waktu berjalan, kesungguhanlah yang akan mampu menjawab semuanya itu.

Menurutnya, tidak jarang ia selalu mendapatkan hukuman karena kurang memahami dengan jelas setiap huruf dan angka yang diajarkan oleh guru di bangku SD tersebut. Akibatnya, ia selalu terlambat pulang dari sekolahnya itu karena tidak menguasai huruf-huruf tersebut, sehingga ia selalunya ditinggalkan oleh kawan sebayanya dan ia baru bisa pulang bersama-sama siswa kelas III dan kelas IV, kelas V dan kelas VI. “Pada saat saya duduk di bangku kelas I, kami biasanya dikasih soal Dikte atau istilah lamanya itu Imala. Itulah yang paling menyulitkanku karena saya belum pandai membaca,,“ kenangnya dengan senyuman. Walaupun demikian ia sangat bersyukur karena pada akhirnya ia dapat naik kelas ke kelas II.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, ketika di kelas II SD, ia dididik oleh Gurunya yang bernama Ibu Marhaban dan duduk di depan kelas bersama kawan sebangkunya yang bernama Fani Patiwael seorang warga keturunan Tiongkok yang juga tercatat sebagai siswa berprestasi di kelasnya. Masih sama seperti masa di kelas I, ia pun selalu mendapatkan kesulitan dalam menggabungkan huruf-huruf, lagi-lagi ia harus menikmati hukuman dari guru pembimbing dengan tidak boleh pulang sebelum mengetahui dengan jelas deretan huruf dan angka tersebut, namun berita baiknya, kali ini bukan cuman ia sendiri yang dihukum melainkan bersama beberapa orang kawan sebayanya.

Akhrinya, masih kata Saudara RAL, tepat di kelas III SD, ia pun sudah mampu menggabungkan huruf-huruf yang dieja hingga menjadi sebuah kata per kata yang pada akhirnya berbuah manis karena ia sudah tidak lagi memperoleh hukuman seperti waktu duduk di kelas I dan II. Selanjutnya ketika ia duduk di bangku kelas IV SD, dirinya telah mampu membaca kalimat secara utuh dam mulai memiliki minat membaca yang sangat bagus.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, saat dirinya duduk di bangku kelas IV itulah, ia mulai sadar akan pentingnya sebuah prestasi. Ia pun berusaha dengan kesungguhan dan totalitas lalu bersegera ingin mengubah dirinya kearah yang lebih baik lagi. Sehingga dengan motivasi tersebut, ia lalu membeli sebuah buku pintar sebagai bahan untuk materi cerdas cermat. Motivasi yang sangat luar biasa yang mampu menguatkan dirinya sehingga ia mampu meraih juara harapan di kelasnya.

Ketika duduk di Kelas V SD, pelajaran yang sangat disukainya adalah mata pelajaran Agama Islam dan Pendidikan Pancasila, saking sukanya pada kedua mata pelajaran tersebut, ia pun mampu dengan cepat menghafal beberapa surat-surat pendek yang ada di dalam Al Qur’an Nur Karim dan butir-butir Pancasila serta Undang Undang Dasar 1945. Kesungguhan adalah kata kunci dari apa yang telah diperolehnya.

“Saat itu saya ingat dengan pesan guru olah ragaku, kalau sekolah itu mencari ilmu bukan mencari nilai. Maksud bapak guru olah raga adalah belajar itu jangan hanya ketika sudah dekat-dekat menghadapi ujian baru belajar. Itu namanya sekolah mencari nilai bukan mencari ilmu. Mestinya kita harus sebaliknya. Belajar itu bukan hanya dekat-dekat ujian baru kita belajar, namun kita belajar sepanjang hidup, dan jangan terlalu banyak main-mainnya, kita harus banyak-banyak membaca buku-buku pelajaran, dimana pun dan kapan pun waktunya. Sebaiknya sebelum bapak dan ibu guru kita mengajari kita tentang sesuatu pelajaran, seharusnya pelajaran itu kita pelajari lebih dahulu sebelum bapak dan ibu guru kita, pelajaran yang kita tidak paham yang akan kita tanyakan sama bapak dan atau ibu guru kita,” ucapnya panjang lebar.

Lebih jauh dirinya menjelaskan, satu-satunya mata pelajaran yang mampu membuka minatnya untuk menggeluti bidang kajian sosial adalah ilmu sejarah. Bahkan ketika di kelas VI, dirinya berhasil meraih juara III di kelasnya dan lulus ujian nasional dengan predikat sangat memuaskan. Itulah sekelumit kisah ketika Saudara RAL mengenyam bangku pendidikan dasar di Pulau Saparua. (Bagian (2) Si Anak Pantai)

17 thoughts on “Sekolah Itu Mencari Ilmu Bukan Mencari Nilai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *